Agar mudah dalam belajar dan menghafal

Setelah empat tahun lamanya, kepada sang Kiai santri itu sowan dan pamitan ingin boyong saja. Ia merasa sangat bodoh dan tak mampu menghafalkan pelajaran dipesantren. Bahkan ia sudah beberapa kali tak naik kelas. Teman-temannya yang dulu satu kamar saat masih menjadi santri baru perlahan sudah mulai meninggalkannya. Singkat cerita sang santri pun sowan kepada Kiainya.

"Kiai, aku ingin pulang saja"
“Lho, kenapa?” tanya beliau.
"Aku merasa tak pantas menuntut ilmu, aku sangat sulit menghafal dan sangat bodoh"
"Sabarlah dulu, menuntut ilmu itu memang memerlukan waktu yang lama" Jawab sang Kiai.
"Aku benar benar tak mampu menghafal Kiai, mungkin aku lebih pantas bekerja"
"Baiklah, tapi tunggu sebentar. Aku ingin mengetes seberapa bodoh dirimu.

Baca juga : Pemilu sebentar lagi, Guru harus menjadi filter informasi berita hoax

Kiai pun masuk kedalam kamarnya, mencari cari dan mengambil surat dari Ibu sang santri itu. Ada beberapa pucuk surat, lalu Kiai memberikannya. Kecuali satu surat. Beliau memang seperti itu, setiap surat dari wali santri selalu disimpan terlebih dahulu, akan diberikan hanya pada waktu yang pas saja. Sang santripun membaca surat surat tersebut kecuali surat yang masih dipegang Kiai. Kemudian Kiai memberikan kepada santri tersebut.

"Bacalah satu surat lagi, ini surat dari Ibumu"

Santri tersebut membacanya dengan hati yang senang, wajahnya berbungah-bungah. Bahkan terkadang senyum senyum sendiri, lalu terdiam dan juga ada raut wajah sedih, hingga surat itu selesai dibaca.

"Sudah selesai kau membacanya?" tanya sang Kiai
"Sudah Kiai"
"Berapa kali kau membacanya?" beliau kembali bertanya
"Hanya satu kali"
"Baiklah, tutup surat itu. lalu ceritakan padaku, apa kata ibumu?"
“Ibu saya berkata saya disuruh nyantri yang bener. Bapak sudah membeli mobil baru. Kaka saya bekerja di tempatyang ia harapkan, dan lain-lain.” Seluruh isi surat dari Ibunya berhasil ia ceritakan kembali dengan sangat hafal. Tidak ada satupun yang terlewati.
“Cuma baca satu kali saja kok sudah bisa hafal. Katanya bodoh dan tak bisa menghafal?” Kata sang Kiai dengan nada yang sangat serius.

Santri tersebut hanya diam saja, ia tak mampu menjawab pertanyaan Kiainya. Kemudian Kiai melanjutkan.

“Nak, belajarlah dengan hati yang gembira dan senang. Belajarlah dengan kepenuhan cintamu kepada Allah dan Nabinya. Beliau adalah pembawa cahaya yang sangat terang benerang. Menghafal dan belajalah seperti engkau sedang membaca surat dari Ibumu. Belajarlah dan menghafal sebab engkau cinta kepada Allah dan Nabimu”

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel