Agar mudah dalam belajar dan menghafal
Minggu, 19 Agustus 2018
Setelah
empat tahun lamanya, kepada sang Kiai santri itu sowan dan pamitan ingin boyong
saja. Ia merasa sangat bodoh dan tak mampu menghafalkan pelajaran dipesantren. Bahkan ia sudah beberapa kali tak naik kelas. Teman-temannya yang dulu satu kamar saat masih menjadi santri baru perlahan sudah mulai meninggalkannya. Singkat cerita sang santri pun sowan kepada Kiainya.
"Kiai, aku ingin pulang saja"
“Lho, kenapa?” tanya beliau.
"Aku merasa tak pantas menuntut ilmu, aku
sangat sulit menghafal dan sangat bodoh"
"Sabarlah dulu, menuntut ilmu itu memang
memerlukan waktu yang lama" Jawab sang Kiai.
"Aku benar benar tak mampu menghafal
Kiai, mungkin aku lebih pantas bekerja"
"Baiklah, tapi tunggu sebentar. Aku ingin
mengetes seberapa bodoh dirimu.
Baca juga : Pemilu sebentar lagi, Guru harus menjadi filter informasi berita hoax
Baca juga : Pemilu sebentar lagi, Guru harus menjadi filter informasi berita hoax
Kiai pun masuk kedalam kamarnya, mencari cari
dan mengambil surat dari Ibu sang santri itu. Ada beberapa pucuk surat, lalu
Kiai memberikannya. Kecuali satu surat. Beliau memang seperti itu, setiap surat
dari wali santri selalu disimpan terlebih dahulu, akan diberikan hanya pada
waktu yang pas saja. Sang santripun membaca surat surat tersebut kecuali surat
yang masih dipegang Kiai. Kemudian Kiai memberikan kepada santri tersebut.
"Bacalah satu surat lagi, ini surat dari
Ibumu"
Santri tersebut membacanya dengan hati yang
senang, wajahnya berbungah-bungah. Bahkan terkadang senyum senyum sendiri, lalu
terdiam dan juga ada raut wajah sedih, hingga surat itu selesai dibaca.
"Sudah selesai kau membacanya?"
tanya sang Kiai
"Sudah Kiai"
"Berapa kali kau membacanya?" beliau kembali bertanya
"Hanya satu kali"
"Baiklah, tutup surat itu. lalu ceritakan padaku, apa kata ibumu?"
"Sudah Kiai"
"Berapa kali kau membacanya?" beliau kembali bertanya
"Hanya satu kali"
"Baiklah, tutup surat itu. lalu ceritakan padaku, apa kata ibumu?"
“Ibu saya berkata saya disuruh nyantri yang
bener. Bapak sudah membeli mobil baru. Kaka saya bekerja di tempatyang ia
harapkan, dan lain-lain.” Seluruh isi surat dari Ibunya berhasil ia ceritakan
kembali dengan sangat hafal. Tidak ada satupun yang terlewati.
“Cuma baca satu kali saja kok sudah bisa hafal.
Katanya bodoh dan tak bisa menghafal?” Kata sang Kiai dengan nada yang sangat
serius.
Santri
tersebut hanya diam saja, ia tak mampu menjawab pertanyaan Kiainya. Kemudian
Kiai melanjutkan.
“Nak,
belajarlah dengan hati yang gembira dan senang. Belajarlah dengan kepenuhan
cintamu kepada Allah dan Nabinya. Beliau adalah pembawa cahaya yang sangat
terang benerang. Menghafal dan belajalah seperti engkau sedang membaca surat
dari Ibumu. Belajarlah dan menghafal sebab engkau cinta kepada Allah dan Nabimu”